Perjuangan panjang nan melelahkan dilalui oleh Tati. Tentu saja, dalam proses pendidikan itu butuh pengorbanan luar biasa dari keluarganya. Waktu, tenaga, dan biaya banyak tersita untuk pendidikan Tati.
Pengalaman yang tak akan pernah terlupakan selama hidup yaitu ketika upah bapaknya sebagai kernet bus tak lagi mampu menjangkau biaya kuliah yang besar. Keluarganya sampai merelakan menjual aset berharga demi pendidikan Tati.
Orangtua Tati tidak lagi memiliki pilihan lain selain menjual tanah. Perlahan, kebun dan sawah yang dimiliki keluarga ini menjadi milik orang lain.
Hati Tati menjerit betapa orangtuanya berjuang mati-matian untuknya. Dan itu menjadi cambuk baginya ketika terselip rasa lelah atau ingin menyerah. Tati pun berpikir bagaimana caranya bertahan di perantauan dan bisa meringankan biaya kuliah.
Sejak 2013, Tati mulai menjual basreng dan makaroni yang dibuatkan ibunya di rumah. Ia menjualnya ke teman-teman di kampus.
Selain itu, ia juga membuat pesanan bunga flanel untuk wisuda, mengajar les privat anak SD, menjadi asisten di klinik, bahkan sampai pernah membuka laundri di kontrakan.
Akhirnya, perjuangannya menuai hasil. Tati menyelesaikan S1 Pendidikan Dokter Gigi pada 2016. Dan lanjut ke jenjang Profesi Dokter Gigi (koas) di Rumah Sakit Gigi dan Mulut (RSGM) UNSOED.
Kini Tati telah siap terjun langsung ke masyarakat. Ia ingin mendedikasikan ilmunya untuk masyarakat dengan menjadi dokter gigi di Puskesmas.
“Terima kasih kepada Bidikmisi Indonesia dan almamater Unsoed yang telah membantu mewujudkan cita-cita saya,” ucapnya.
Ia juga berharap agar Bidikmisi Indonesia tetap memperjuangkan hak-hak putra daerah yang berprestasi dan memiliki semangat tinggi. Dia juga berharap agar Unsoed tetap menjadi kampus yang ramah untuk rakyat kecil.
Ia juga berharap agar Bidikmisi Indonesia tetap memperjuangkan hak-hak putra daerah yang berprestasi dan memiliki semangat tinggi. Dia juga berharap agar Unsoed tetap menjadi kampus yang ramah untuk rakyat kecil.