Gadis Berkebutuhan Khusus Raih Predikat Cumlaude.

Posted on

Berkebutuhan khusu bukan suatu halangan untuk menggapai cita-cita. Seperti yang di alami oleh gadis cantik berusia 19 tahun ini.

MARIA Clara Yubilea divonis dokter sebagai anak berkebutuhan khusus “Gifted Normal Atas”, ia tantangan berupa kesulitan dalam berkomunikasi. Namun, pagi ini ia membuktikan dirinya menjadi wisudawan termuda Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) dalam usia 19 tahun dengan predikat cumlaude.

Anak berkebutuhan khusus “Gifted Normal Atas” sering disebut juga sebagai anak genius. Hal ini dibuktikan gadis yang akrab dipanggil Lala ini meraih IPK 3,76. Selain itu juga seorang polyglot atau orang yang menguasai beberapa bahasa. Mahasiswa Pendidikan Bahasa Jerman UNY ini menguasai sedikitnya 5 bahasa asing yaitu Bahasa Jerman, Inggris, Perancis, dan Jepang.

“Mama sering bilang, vonis (sebagai gifted) dan Tes IQ itulah awal musibah (karena semakin tinggi IQ umumnya menambah masalah komunikasi). Tapi ternyata dari penemuan dan bimbingan mama, musibah ini punya banyak potensi. Potensi yang Puji Tuhan dapat Lala maksimalkan,” ungkap Lala kepada KRjogja.com.

Saat melakukan tes IQ, Lala mendapatkan skor IQ 145 yang tergolong jenius. Untungnya sang ibu, Patricia Taslim bisa mengarahkan ‘musibah’ itu menjadi berkah. Bahkan ibunya akhirnya mengambil S2 Pendidikan Luar Biasa UNY demi memperoleh pengetahuan tentang tata cara mendidik sang anak. Istimewanya mereka diwisuda bersamaan hari ini.

Awalnya Dianggap Anak Nakal
Berkat bimbingan Patricia Taslim, Lala berhasil menyabet berbagai prestasi baik di dalam maupun di luar kampus. Hal tersebut ia buktikan dengan mewakili UNY dalam pertukaran pelajar ke Jerman dan menulis buku terkait anak berkebutuhan khusus. Tidak disangka awalnya Maria Clara Yubilea justru dicap sebagai anak nakal.

Lala diketahui sebagai anak gifted saat bergabung di Sekolah Dasar. Mulanya, Lala sulit diatur oleh guru dan disebut sebagai trouble maker.

Predikat nakal tersebut membuat Lala sampai harus berpindah-pindah sekolah sejak kelas 2 SD. Tercatat hingga akhir jenjang SD, Lala sudah lima kali pindah sekolah.

Pada saat itu, Patricia selaku Ibu mengaku belum paham bahwa apa yang dihadapi putri semata wayangnya tersebut adalah kebutuhan khusus.


“Yang saya tahu (saat itu), Lala itu trouble maker. Saya memaksakan dia harus sekolah umum dan sekolah negeri. Namanya juga ibu, saya jujur saja waktu itu otoriter ingin anak saya sekolah. Apalagi saya mantan guru, dan suami saya (Rahardjo Sidharta) berprofesi sebagai dosen (Teknobiologi UAJY),” kenang Patricia.

Pengetahuan Patricia waktu itu terbuka ketika Lala mogok sekolah menjelang ujian nasional. Mulanya, dia tidak mau lagi masuk sekolah karena merasa tidak nyaman dengan kegiatan belajar di sekolah dalam mempersiapkan ujian. .
Namun setelah dipaksa, Lala akhirnya berkenan untuk menuntaskan Ujian Nasional sebagai kewajibannya guna lulus dari sekolah tersebut. Ajaibnya dengan terpaksa dan tanpa persiapan ujian, Lala lulus dengan nilai yang sangat memuaskan.

“Nilainya bagus-bagus. Saat itulah saya mulai memahami, bahwa kita harus ekstra tenaga mendampingi karena kebutuhan dia berbeda. Kita konsultasi ke dokter dan tes IQ pada 2013, IQnya pada saat itu 131, dan selalu naik setiap kami melakukan tes dua tahun sekali,” ungkap Patricia yang mendapati bahwa pada tahun 2017, Lala mencatatkan nilai 145 dalam tes IQ.

Sejak diketahui sebagai anak berkebutuhan khusus, pilihan dijatuhkan Lala dan orang tua untuk belajar secara homeschooling. Dibimbing oleh Patricia, lala menggunakan buku bekas milik kakak sepupunya.

Sumber : krjogja.com