Hai, namaku Arini, tapi kakak-kakak ku biasanya memanggilku Nini. Ibu bilang aku beruntung karena terlahir sebagai satu-satunya anak perempuan dan anak bungsu dari empat bersaudara, tapi menurutku tidak sepenuhnya. Emang enak sih punya tiga abang yang siap sedia melindungiku. Tapi gak enaknya karena mereka menganggapku sebagai bawahan mereka dan mengekang kehidupan asmaraku.
Kadang aku bertanya-tanya, apakah semua kakak laki-laki di dunia ini seperti mereka?
Yup, aku memiliki tiga orang pelindung. Ketiga kakakku sangat giat mempelajari ilmu beladiri, ketika ditanya kenapa? Mereka menjawab “biar bisa menendang wajah orang yang berani mendekati Nini”. Terkadang aku juga tertarik untuk belajar beladiri seperti kakakku, tapi kakakku selalu bilang “Nini gak usah berantem-berantem, kalo ada yang macam-macam sama Nini kakak bisa langsung matahin tangan orang itu kok”
Walaupun tidak semua kakakku berlebihan dalam menjagaku, tapi mereka memiliki gayanya masing-masing. kakak ketigaku cenderung manjagaku dengan penuh kasih sayang yang lembut. Kakak keduaku menjagaku dengan beberapa nasehat dan membiarkan aku mengambil keputusan karena menganggapku sudah tumbuh besar. Sedangkan kakak pertamaku menjagaku seketat mungkin dan menganggapku sebagai adik kecilnya. Kakak pertamaku bernama kak Adi.
Pada awalnya Kak Adi menjagaku dengan cara yang normal seperti mengantar dan menjemputku ke sekolah atau kerumah teman. Namun, sejak ayah udah gak ada, kayak nya Kak Adi sebagai kepala rumah tangga menggantikan ayah, merasa sangat bertanggung jawab atas bagaimana aku tumbuh dan segala hal tentangku. Terkadang dia sangat menjagaku hingga aku merasa terpenjara. Mengawasi setiap teman atau guru yang ada disekitarku. Setiap saat dia mengirimkan SMS menanyakan aku dimana, dengan siapa, lagi apa , pulang dengan siapa, pulang sekolah harus langsung kerumah. Memang kedengaran normal. Tapi karena dia melakukannya berkali-kali hingga terasa menyebalkan.
Kak Adi yang memiliki kepribadian yang agak kasar dan suka memerintahku untuk mengerjakan segala keperluannya hingga rasanya aku sudah memiliki suami sejak duduk dibangku SMP. Terkadang aku bertanya kepada kak Adi “kenapa selalu aku? Kakak menikah saja gih biar istrinya yang ngurusin kakak”.
“yah salah Nini sih terlahir jadi anak bungsu, kalau bisa Nini gak usah nikah yah. Tinggal sama kakak aja sampe jadi nenek-nenek” kata kak Adi sambil cengengesan.