Patah tulang menjadi permaslahan yang serius dalam dunia kesehatan. penyembuhan tulang juga membutuhkan waktu yang cukup lama berbeda dengan penyembuhan penyakit lainnya.
Sejumlah mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada (UGM) melakukan penelitian terkait dengan penggunaan tulang kambing untuk menggantikan kebutuhan tulang manusia yang mengalami kerusakan.
Salah satu mahasiswa peneliti tersebut Valentino Alberto Muktiwibowo, mengatakan kebutuhan akan jaringan tulang di Indonesia sangat tinggi.
Tidak hanya untuk membantu pasien patah tulang, tetapi juga kerusakan gigi. Ada 24 juta kasus patah tulang per tahunnya di Indonesia. Belum lagi kerusakan gigi dan keganasan yang kasusnya mencapai 70% dan juga membutuhkan jaringan tulang.
Sementara bank jaringan di Indonesia belum begitu banyak. Sampai saat ini tercatat baru ada tiga bank jaringan yang berada di Jakarta, Batam, dan Padang. Sedangkan untuk pemenuhan akan material pengisi tulang masih bergantung pada impor.
“Selama ini pemenuhan akan material cangkok tulang masih dengan impor dari negara lain dengan harga yang relatif mahal. Karenanya kami melakukan penelitian untuk pengembangan bone graft [transplantasi tulang] dalam negeri,” kata Valentino Alberto Muktiwibowo, Minggu (13/10/2019).
Bermula dari kondisi tersebut, sejumlah mahasiswa UGM yang tergabung dalam tim penelitian ini, Valentino Alberto Muktiwibowo (FKG), Alfin Lanagusti (FKG) dan Pradnya Paramitha Dewandani (Fakultas Farmasi) melakukan penelitian terkait dengan bone graft. Mereka berhasil mengolah tulang kambing menjadi material tiruan yang digunakan untuk memperbaiki tulang yang rusak.
Penelitian dilakukan sejak April-Agustus di bawah bimbingan Archadian Nuryanti yang juga seorang dokter, melalui dana hibah Program Kreativitas Mahasiswa Penelitian Eksakta (PKM-PE) dan berhasil mendapatkan dua medali emas pada PIMNAS 2019 lalu di Bali.
Alfin Lanagusti menjelaskan pemilihan tulang kambing sebagai materi bone graft karena ketersediaannya yang melimpah, namun belum dimanfaatkan secara maksimal.
Selain itu, juga memiliki struktur mikro yang mirip dengan tulang manusia. Kandungan kalsium terutama pada tulang kambing yang relatif tidak bernilai ekonomis, diproses agar membentuk kompleks dengan fosfor dalam bentuk apatit yang mudah diserap tubuh hingga 60-70%. Dengan begitu, tulang kambing dapat menjadi kandidat sumber alami hidroksiapatit yang murah dan memiliki potensi yang besar di masa depan.
Bone graft yang dinamai Conchaplast ini dibuat dengan tiga bahan utama, yakni tulang kambing, bamboo salt (bambu dan Garam), serta darah sapi. Produk ini juga telah melalui uji in vivo atau uji pada hewan.
Material bon graft dimasukkan ke dalam tulang tikus Cavia cobaya. Setelah dicek dalam selang waktu sehari, tiga hari, tujuh hari dan 14 hari, hasilnya menunjukkan adanya perubahan signifikan dari jumlah yang berperan dalam pembentukan sel-sel tulang.
“Dengan penambahan bone graft dari tulang kambing ini memperlihatkan peningkatan jumlah sel osteoblas dan kolagen secara signifikan yang ditandai dengan adanya penanda atau marker ALP (alkali fosfatase) disertai penolakan imun yang minimal dengan melihat jumlah eosinofil dan kadar Ig E,” kata Alfin Lanagusti.
Meskipun telah teruji dapat digunakan sebagai material alternatif untuk bahan bone graft, ke depan masih perlu dilakukan sejumlah uji lanjutan, termasuk uji klinis.
“Ke depannya masih diperlukan uji klinis untuk mengetahui reaksi terhadap tubuh manusia,” jelasnya.
Selain memberikan alternatif bahan pembuatan bone graft, pemanfaatan limbah tulang kambing ini diharapkan dapat meningkatkan nilai ekonomis dari tulang kambing. Disamping itu, juga mampu mengatasi permasalahan lingkungan akibat penumpukan limbah tulang kambing.
“Tulang kambing ini bisa menjadi alternatif bone graft yang murah dengan memanfaatkan potensi tulang kambing yang sangat melimpah dan mudah didapat di Indonesia,”kata Alfin.
Meski sudah teruji dalam uji in vivo (uji pada hewan percobaan), Alfin mengatakan masih membutuhkan uji lanjutan. Termasuk uji klinis.
“Kedepannya masih diperlukan uji klinis untuk mengetahui reaksi terhadap tubuh manusia,” jelasnya.
Namun mereka mengaku belum dapat dilakukan uji lanjutan karena tidak ada biaya, dan mereka berharap UGM memberikan dana agar penelitian tersebut berlanjut.