“syukurlah kau sudah sadar” wanita paruh baya itu memeluknya, menangis haru melihatnya sadar. Ada enam orang dalam ruangan serba putih itu. Tiga diantara mereka sudah bisa dia tebak adalah seorang dokter dan dua orang perawat.
‘kenapa aku bisa di rumah sakit?’ dia melihat sekeliling dengan matanya. Lalu berpindah memandangi wajah itu satu persatu. Mencoba mengingat wajah asing itu. Namun hasilnya nihil. Kepalanya mulai sakit. Bahkan saat dia mulai berusaha mengingat semuanya.
“maaf, tapi kalian siapa?” orang-orang yang memandanginya seketika kaget mendenger apa yang dia katakan. Seorang wanita paruh baya tampak menangis kembali. Memandanginya dengan wajah sendu. Bahkan wajah wanita dan lelaki paruh baya di sampingnya menampakkan ekspresi yang sama. Membuatnya bingung dan juga sedih dalam waktu yang sama.
“tidak apa – apa nak, kita coba perlahan – lahan yaa” wanita paruh itu menggenggam tangannya. Seakan menyalurkan kasih sayang yang begitu besar.
Dengan perlahan dia sadar, mereka adalah keluarga yang dia lupakan sejenak karena pria itu. Keluarga yang ada untuknya saat dia jatuh. Menerima dirinya apa adanya. Semuanya tampak lengkap bahkan hatinya juga merasa demikian.
- Baca Juga : Teman Hidup, Tercipta Oleh Tetesan Hujan
Waktu berlalu dengan cepat. Sudah lewat satu bulan sejak dia mulai sadar dari komanya. Walau dia harus mengganti semua memori yang dia miliki. Tapi setidaknya beberapa dari harapannya pada malam itu menjadi kenyataan untuknya.
Wanita paruh itu, yang dia ketahui adalah orang yang melahirkan dirinya, membantunya merapikan segalanya. Sudah saatnya dia pulang ke rumah, walau dia masih dalam kondisi pemulihan. Namun dia butuh beradaptasi lagi dengan lingkungan lamanya. Ayah dan kakak perempuannya sudah menunggu mereka sejak tadi di lobi rumah sakit.
Hatinya lega dan merasa seperti telah lahir kembali. Sampai ada sesuatu yang telah menjanggal penglihatannya sejak dia sadar sebulan yang lalu. Ingin bertanya namun selalu ia urungkan.
“ibu, undangan itu, undangan siapa?” ibunya menoleh lalu mengikuti arah pandangnya.
“oh, itu mereka temukan di mobilmu saat kau kecelakaan. Ibu juga tidak tahu” ibunya melangkah melihat detail dari undangan itu. Lalu memberikannya pada anak perempuannya itu.
“sepertinya sudah lewat satu bulan dari tanggal yang tertera” dia menerimanya lalu ikut melihat undangan itu secara detail.
Dia memperhatikan nama yang tertera pada undangan itu.
‘Haris’
Berusaha mengingat namun tetap sama. Hanya membuat kepalanya sakit bahkan saat ingin mencoba mengingat. Namun, dia merasa aneh. Hatinya seakan perih ketika menyebut nama itu. Bahkan ketika ia mengucapkan nama itu dalam hatinya.
“Rena, ayo, saatnya kita pulang. Ayah dan Dian telah menunggu kita” dia mengangguk dan tersenyum ketika ibunya memanggil. Dia meletakkan undangan itu di samping tempat tidur rumah sakit.
‘sepertinya bukan hal berarti lagi’ pikirnya.
- Baca Juga: Teruntuk Kamu Orang yang selalu Ada Untukku
Dia melangkah meninggalkan kamar yang sudah dia tempati sejak sebulan yang lalu. Meninggalkan sesuatu yang tidak dia sadari adalah kenangan yang besar untuknya, pengaruh dalam hidupnya, dan penyebab dirinya melupakan semua kenangan yang dia bangun dari dia lahir hingga kenangan itu hilang dalam satu malam. Hanya karena kenangan tentang pria itu, yang terlalu besar, dan susah untuk dia lupakan.
Harapan untuk melupakannya. Haris.
Telah terkabul.
Kamis, 28 Desember 2017 (11.14)
Penulis: nfa