Dampak sistem zonasi dalam PPDB mulai dirasakan betul oleh sejumlah pemilik rumah kos. Mereka mengaku bisnis kos-kosan mulai lesu.
Rosyid Mardiyo, 39, salah seorang pengelola rumah kos di Lingkungan Sukorojo RT 4 RW 3, Kelurahan Banjarsari, Kecamatan Glagah mengatakan, sejak dua tahun ini usaha rumah kosnya lesu dan nyaris tak berpenghuni.
Dia menduga, sepinya usaha rumah kos tersebut akibat pemberlakuan sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru.
Rosyid mengaku jika tiga tahun lalu, sebelum sistem zonasi diberlakukan, sembilan kamar kos selalu ramai dan dipadati para pelajar yang menempati rumah kos.
”Biasanya kalau pendaftaran siswa baru minimal sudah banyak orang tua yang cari kos-kosan untuk putra-putrinya. Bahkan sampai nolak-nolak,” ungkapnya.
Namun, sejak dua tahun terakhir, dari sembilan kamar kosnya itu tidak pernah terisi penuh. Kamar yang terisi pun merupakan penghuni lama yang sebagian besar adalah mahasiswa Universitas Airlangga (Unair) Banyuwangi.
Letak rumah kos milik Rosyid sebenarnya cukup strategis karena dekat dengan sejumlah sekolah seperti SMKN 1 Banyuwangi, SMAN 1 Glagah, SMAN 1 Giri, dan kampus Unair.
Para penghuni rumah kosnya sebagian besar adalah pelajar putri yang berasal dari wilayah Banyuwangi Selatan seperti dari Srono, Pesanggaran, Bangorejo, Siliragung, Tegaldlimo, dan Purwoharjo. ”Kalau dulu masih ada kampus Unair masih mendingan, tapi kini kampus Unair sudah pindah tambah sepi,” katanya.
Untuk satu kamar rumah kos berukuran 4 x 4 meter dengan fasilitas kamar mandi dalam dan Wi-Fi dia membanderol harga Rp 400 ribu per bulan. Satu kamar bisa diisi dua hingga tiga orang.
Namun kini, akibat usaha rumah kos tersebut sepi, dia terancam merugi. Pasalnya, usaha rumah kos adalah investasi jangka panjang.
Karena tidak berpenghuni, maka setiap bulannya dia tetap mengeluarkan biaya operasional yang meliputi pembayaran listrik, pembayaran jaringan Wi-Fi, serta uang kebersihan.
Sumber: Radarbanyuwangi