Apa Makna Pahlawan Bagi Generasi Milenial ?

Posted on

Ada keasyikan tersendiri saat kita mencari tahu makna kepahlawanan kepada Generasi Millenial, yaitu anak-anak muda yang lahir sekitar tahun 2000-an dan hidup di era milenial ini. Jawabannya terkesan sekenanya dan terkadang lucu, namun memiliki makna dan perlu pemahaman tersendiri. Saat selesai upacara peringatan Hari Pahlawan di tingkat kecamatan, 10 November lalu, saya mencoba bertanya kepada sekumpulan anak-anak sekolah yang berseragam putih abu-abu, dengan sebuah pertanyaan; Pahlawan itu apa sih..? Mulanya mereka tidak ada yang menjawab, hanya senyum-senyum saja, namun ternyata di antara mereka juga ada yang berfikir dan memberikan jawaban.

Ohiya berirkut adalah kutiapan dari BeritaMagelang.id yang cocok untuk sobat siap baca buat baca, oke lanjut

Setelah salah satu dari mereka menjawab, spontan yang lain pun ikutan menjawab. Anak pemberani itu menjawab, Pahlawan adalah seseorang yang telah gugur berperang membela negara dan bangsanya. Lalu teman-teman yang lainnya mulai nyeletuk, ada yang bilang, Pahlawan itu pejuang yang mengusir penjajah, Pahlawan itu seseorang yang berjuang demi suatu cita-cita yang luhur, ada pula yang mengatakan Pahlawan itu pembela kebenaran dan keadilan, Pahlawan itu orang yang berjuang tanpa pamrih, demi nusa dan bangsanya, Pahlawan itu seorang pemberani. Ada pula yang mengatakan Pahlawan itu seseorang yang tulus, ikhlas mengorbankan harta-benda dan bahkan nyawanya untuk kemerdekaan bangsa dan negaranya, serta masih banyak lagi pendapat yang senada dari mereka.

Saat itu pula, pada kerumuan pelajar berseragam putih biru saya juga bertanya hal yang sama. Eh ternyata kelompok ini lebih antusias dalam memberikan jawaban. Para pelajar  SMP ini dengan spontan, seakan tanpa berfikir, menjawab, Pahlawan itu seperti guru, pahlawan tanpa tanda jasa, mendidik tanpa pamrih. Ada juga yang mengatakan, Pahlawan adalah seorang pemberani karena membela kebenaran, seperti Pangeran Diponegoro, Patimura, Cut Nyak Din dan Jendral Sudirman. Ada pula yang bilang, Pahlawan itu seperti Ibu Kartini, yang memperjuangkan emansipasi bagi kaumnya, dan ada juga yang mengatakan, Pahlawan itu seperti ibu dan ayah kita, yang rela berjuang dan berkorban demi anak-anaknya agar bisa bersekolah agar tercapai cita-citanya.

Bukannya saya merasa belum puas dengan jawaban para pelajar, namun saya juga ingin mendengar apa yang dikatakan oleh mereka yang lebih dewasa dari para pelajar itu. Dengan pertanyaan yang sama saya tanyakan kepada beberapa orang peserta upacara dari unsur Ormas, (maaf tidak menyebut identitas, namun keterangan mereka tetap didokumentasikan). Dari jawaban kelompok ini disimpulkan, pahlawan adalah seseorang yang rela berkorban demi mewujudkan cita-cita bersama suatu komunitas yang berjuang untuk mendapatkan kebebasan, keadilan dan kesejahteraan. Ia (pahlawan itu) bisa berasal dari berbagai kalangan mana saja, seperti militer, polisi, penegak hukum, pendidik, petani, buruh, budayawan, ekonom, intelektual, politisi, penggiat perempuan, pejuang HAM, maupun dari kalangan dan profesi lainnya atau bahkan bisa dari kalangan rakyat jelata.  

Dari jajak pendapat yang dilakukan media Kompas yang dimuat pada Koran Kompas edisi Senin, 13 November 2017, sebagian besar responden (74 %) memaknai kepahlawanan sebagai sosok yang berani memperjuangkan kebenaran dan keadilan serta rela berkorban bagi banyak orang. Ungkapan tersebut mengandung makna tindakan kepahlawanan yang anti arus utama namun bernilai positif dan hidup di tengah situasi dan kondisi masyarakat yang membutuhkan jalan keluar memaknai sikap dan perilaku kepahlawan.

Kata pahlawan biasanya diartikan sebagai sosok pejuang yang mampu keluar dari gejala kejumudan sosial dan memberikan jalan keluar atas masalah bangsa dan atau negara. Pahlawan dalam konteks ini adalah sosok yang berjasa memperjuangkan cita-cita kemerdekaan bangsa. Makna pahlawan secara konservatif ini sesuai dengan rumusan pahlawan dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 33 Tahun 1964, yaitu seseorang yang disebut Pahlawan adalah warga negara Republik Indonesia yang gugur akibat tindakan kepahlawanan dalam perjuangan membela bangsa dan negara, dan atau seseorang yang berjasa dan telah berkorban untuk bangsa dan negara serta tidak menodai nilai perjuangannya.  

Hal tersebut juga disebutkan pada Pasal 1 angka 4 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2009 tentang Gelar, Tanda Jasa dan Tanda Kehormatan: Pahlawan Nasional adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan atau karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan Negara Republik Indonesia. 

Penilaian publik terhadap makna pahlawan cenderung sama dari generasi ke generasi, tidak terbatas dalam masa perjuangan kemerdekaan dan setelahnya maupun masa kini. Respon kelompok usia tua maupun generasi muda di masa milenial ini relatif sama, yaitu menempatkan poin kerelaan, keberanian, kebenaran hakiki dan nilai-nilai keutamaan dan kemanusiaan sebagai fokus utama pemaknaan. 

Kelompok muda maupun kelompok tua juga memiliki kesamaan dalam sudut pandang dalam melihat penyebab terhambatnya pewarisan nilai kepahlawanan. Penyebab terhambatnya pewarisan nilai kepahlawanan dari generasi tua kepada generasi muda adalah: tidak adanya sikap keteladanan dari para elite, gaya hidup konsumtif, perilaku hedonisme dan pelanggaran etika ke-Indonesiaan yang selama ini telah menjadi adab budaya bangsa, serta kurangnya pendidikan yang mengusung nilai kepahlawanan baik secara formal di sekolah maupun informal di dalam keluarga dan kehidupan sosial kemasyarakatan. 

Peringatan hari pahlawan selama ini hanya kegiatan seremoni yang dihiasi dengan kegiatan upacara bendera dan upacara tabur bunga di makam pahlawan (itupun hanya untuk orang orang tertentu). Jarang ada yang mengisi peringatan hari pahlawan dengan pemaknaan dan penanaman nilai-nilai kejuangan yang lebih realistis dan menyentuh perilaku kehidupan sehari-hari. Misalnya gerakan menolong dan membantu sesama yang membutuhkan dan belum beruntung dalam mengais rejeki atau mereka yang terpinggirkan karena cacat fisik dan mental. Serta penanaman sikap hormat kepada orang yang lebih tua, penanaman rasa solidaritas dan kerjasama antar komunitas/kelompok organisasi kemasyarakatan maupun penanaman jiwa-jiwa kepahlawanan, perilaku hidup disiplin, tertib dan bertanggung jawab dan memiliki sifat sifat rela berkorban, tidak mementingkan diri sendiri, tidak membeda-bedakan orang, pemberani dalam memperjuangkan kebenaran dan keadilan yang diyakini.   

Sebenarnya Generasi Zaman Now yang sekarang ini juga memiliki sifat sifat seperti yang saya kemukakan di atas, manun mereka belum mampu mewujudkan imajinasinya menjadi bentuk bentuk tindakan nyata seperti yang mereka inginkan, masih perlu bimbingan, arahan, tuntunan dan terutama teladan dari seniornya.  Generasi zaman now lebih senang memaknai kepahlawanan agar dikenal sebagai orang muda yang aktif, kreatif dan inovatif. Generasi zaman now juga merasa lebih nyaman tampil sederhana, apa adanya dan tidak suka menonjolkan karakter individualisnya. Orang muda now lebih suka mencerminkan kehidupan yang dinamis, kerena itu mereka memaknai kepahlawanannya itu bisa dari berbagai macam profesi. SEMOGA