Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar MakarimĀ memutuskan tidak ada lagi Ujian Nasional (UN) pada 2021. UN akan dihapus bagi para siswa SD, SMP, dan SMA/SMK dan digantikan dengan format baru.
Nadiem menilai UN membuat para pelajar menjadi stres. Sebab penilaian bergantung pada nilai UN. Padahal, itu bukan tujuan UN diadakan. Dalam amanat dari UU Sistem Pendidikan Nasional jelas tertulis penilaian murid hanya dilakukan oleh guru bukan dari nilai UN yang kemudian menjadi penentu kelulusan ke jenjang selanjutnya.
Lalu bagaimana tanggapan pelajar di Jakarta bila UN ditiadakan dan diganti dengan format baru?
UN menjadi beban bagi siswa
“Kedua isunya adalah UN sudah menjadi beban stres, bagi banyak sekali siswa guru dan orangtua karena sebenarnya ini berubah menjadi indikator keberhasilan siswa sebagai individu,” ujar Nadiem, Rabu (11/12/2019).
Padahal, lanjut founder Go-Jek ini, UN berstandar nasional adalah untuk menyamaratakan sistem pendidikan, yaitu sekolahnya maupun geografinya maupun sistem pendidikannya secara nasional.
“Sementara UN hanya menilai satu aspek, yaitu kognitif. Bahkan tidak semua aspek kognitif kompetensi di tes. Lebih banyak ke penguasaan materinya dan belum menyentuh karakter siswa secara lebih holistik,” ujarnya.
Meski demikian, kata Nadiem, untuk tahun ajaran di 2020, UN masih diadakan. Hal ini sesuai sesuai dengan penyelenggaran di tahun sebelumnya.
“Bagi pihak yang sudah memberikan investasi kepada UN ini silahkan dilanjutkan. Tapi itu hari terakhir UN seperti format menjadi asesmen kompetensi minimum dan survei karakter,” tuturnya.
Nadiem menegaskan, meski UN dihapus bukan berarti pendidikan di dalam negeri tidak memiliki tolak ukur yang jelas. Namun apa yang diukur dan siapa yang diukur pasca UN dihapuskan akan berubah.
Sisa nantinya bisa lebih fokus UTBK
Menurut Sarah, jika UN dihapus, siswa bisa fokus pada Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) yang menjadi syarat pendaftaran Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN).
“Karena kalau ada UN, semua waktu seperti tersita ke UN padahal gak jadi syarat lulus lagi. Sementara kita hanya punya waktu sedikit untuk persiapan ke perguruan tinggi,” imbuhnya.
Literasi bisa memicu minat baca siswa
Sarah juga senang jika UN 2021 mendatang diganti dengan format baru yang satu penilaiannya dari dari kemampuan bernalar menggunakan bahasa (literasi). Sarah mengatakan penilaian tersebut bisa meningkatkan minat baca di Indonesia sebab saat ini minat baca pelajar di Indonesia masih rendah.
“Kita masih ketinggalan dengan orang luar negeri yang minat bacanya tinggi sehingga, belum bisa bersaing secara internasional. Adanya literasi ini, siswa akan terbiasa membaca nantinya,” jelasnya.
Kenapa UN gak dihapus dari dulu?
Meski demikian, Sarah menyayangkan seharusnya UN dihapus tahun ini apalagi sudah lama UN bukan menjadi standar kelulusan lagi.
“Kenapa UN gak dihapus tahun ini aja. Kesal jadinya, rasanya gak adil, kenapa nggak dari dulu. Harusnya dulu langsung dihapus aja gak perlu tetap ada tapi gak jadi syarat kelulusan. Tapi langsung hapus saat itu,” ungkapnya.
cc:idntimes